CILACAP - Dilansir dari data Sistem Database Pemasyarakatan Publik, saat ini di seluruh Indonesia over kapasitas telah mencapai 108 persen dan Lapas Kelas IIA Bagan Siapi-api menempati peringkat pertama dengan over kapasistas hingga 863.27 persen.
Dalam kesempatan kali ini, Selasa 7 Juni 2022, dua orang Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas II Nusakambangan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembimbing Kemasyarakatan angkatan XLV dengan materi Penerapan Keadilan Restoratif dalam sistem peradilan pidana.
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Keadilan Restoratif mulai banyak dilaksanakan sebagai solusi over kapasitas di berbagai negara-negara belahan dunia. Keadilan Restoratif juga dilaksanakan tidak hanya untuk tindak pidana pada anak, namun juga dewasa.
Pemidaan alternatif selain pemenjaraan seperti denda, rehabilitasi, diversi, tahanan kota dan pidana bersyarat untuk Tipiring atau Tindak Pidana Ringan menjadi solusi dari hulu, yaitu dengan mengirim orang lebih sedikit ke dalam lapas supaya overcrowding tidak terjadi Over kapasitas bukan hanya terjadi di Indonesia, banyak negara-negara lain terutama negara-negara miskin dan berkembang yang tingkat kriminalitasnya tinggi.
Keliru bila tanggung jawab mengenai overcrowding sepenuhnya di Kemenkumham karena Lapas tidak bisa menolak. Penanganan over kapasitas dari hilir sementara terbantu dari melalui asimilasi di rumah pada Permenkumham 43 Tahun 2021 dan masih tersisa sekitar kurang dari 2 bulan masa berlaku. Akankah setelah kadaluarsa akan meningkat lagi? Terkait keadilan restoratif untuk tersangka dewasa juga telah menjadi perhatian instansi-instansi hukum pemerintah selain Kemenkumham, antara lain Kepolisian dengan terbitnya Perpol No.8 tahun 2021, Kejaksaan dengan Perja No.15 tahun 2021 dan MA dengan SK Dirjen Badilum MA No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020. Saat ini sudah mulai dilaksanakan pada instansi-instansi tersebut.
Terbitnya peraturan-peraturan tersebut tidak lepas dari kritik masyarakat terkait pidana-pidana ringan dan diadili dengan pemenjaraan, yang seharusnya bisa diselesaikan melalui cara lain. Dari sisi manfaatnya jauh lebih kecil. Kerugian tidak hanya didapatkan oleh pelaku seperti tidak bisa menafkahi keluarga sehingga anak dan istri menjadi terlantar, akan tetapi dari negara juga mendapatkan kerugian baik untuk biaya makan dan over kapasitas lapas.
Over kapasitas menjadi hambatan pembinaan di dalam lapas, sehingga ketika bebas selain tidak dapat kembali berbaur dengan masyarakat, pengulangan tindak pidana rawan terjadi.
Pada tahun 2023, Menteri Hukum dan HAM menerangkan terkait output prioritas nasional bagi Ditjenpas dengan rincian kegiatan:1. Penyusunan draf kurikulum pendidikan khusus bagi Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Baca juga:
Arti Grasi dalam sistem Pidana Indonesia
|
2. Pengembangan program pemberdayaan masyarakat untuk pelaksanaan keadilan Restorative Justice bagi pelaku dewasa.
3. Piloting implementasi alternatif pemidanaan dan Restorative Justice bagi pelaku dewasa
4. Penegakan hukum berkualitas berbasis Sistem Penanganan Perkara Tindak Pidana secara Terpadu berbasis Teknologi Informasi
5. Penyelenggaraan penguatan program pengendalian penyakit menular.
6. Sosialisasi modul dan pengisian aplikasi Sistem Database Pemasyarakatan benda sitaan dan barang rampasan negara.Melalui berbagai poin-poin di atas, Kemenkumham dan instansi-instansi hukum lain berusaha semaksimal mungkin untuk menangani permasalahan Over Kapasitas Lapas sedari hulu hingga hilir.
(N.Son/***)